Selasa, 06 Agustus 2024

Repetisi Membosankan

 

Repetisi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata kunci yang terdapat di awal kalimat untuk mencapai efek tertentu dalam penyampaian makna ulangan (sandiwara dan sebagainya). (KBBI)

 

Aku ingin bebas

Aku ingin terbang ke Angkasa

Aku ingin menari bersama burung

 

Sepenggal repetisi dalam puisi di atas terkesan indah. Namun tatkala repetisi itu dilakukan terus menerus justru memudarkan keindahannya. 

Dalam hidup terkadang kita harus melakukan pengulangan demi pengulangan. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai tujuan. Seperti halnya saat seorang ibu yang terus menerus mengingatkan anaknya untuk melakukan ini dan itu. 

"Salat dulu nak!", "Makan dulu nak!", "PR nya dikerjakan."

Kata-kata tersebut sering kali terdengar diucapkan oleh seorang ibu pada anaknya. Hal itu dilakukan karena rasa kasihnya pada sang anak. Namun di sisi lain si anak tak jarang malah merasa bentuk perhatian dari ibunya adalah repetisi yang menjengkelkan dan membosankan. 

Pengulangan-pengulangan seperti itu tentunya tidak akan hanya terjadi di lingkungan rumah, di sekolah atau di dunia kerja pun tak dapat dielakkan. Banyak repetisi membosankan yang mengiringi keseharian kita. Saking bosannya terkadang membuat kita jadi malas dan tak lagi peduli.

Jika kita ingat kembali secara umum manusia adalah makhluk yang terbiasa dengan rutinitas. Meskipun pendekatan pembelajaran humanisme lebih digaungkan dibandingkan behaviorisme, kita tak bisa sepenuhnya melepaskan behaviorisme. Dalam pendekatan behaviorisme ada istilah drill (pengulangan) yang dilakukan untuk mengajarkan sesuatu. Hal ini masih bisa digunakan sampai sekarang apalagi untuk anak-anak.

Ketika mengajarkan sesuatu pada anak tentunya kita akan banyak memberikan pengulangan-pengulangan. Salah satu contohnya saat mengajarkan huruf dan membaca. Kita harus terus menerus untuk mengingatkan mereka “ini a, ini b, ini c” dan seterusnya. Cara ini cukup efektif bila mengingat usia dan pola pikir mereka yang masih dalam proses pembentukan.

Lain halnya jika pada anak yang sudah menuju remaja. Repetisi justru akan dianggap membosankan karena pada tahap ini anak sudah memiliki pemikiran spekulasi tentang kualitas ideal yang diinginkan dalam diri sendiri dan orang lain. Pada tahap ini anak merasa tidak perlu lagi diingatkan tentang hal-hal yang sudah mereka tahu. Mereka cenderung merasa jengah jika kita terus menerus mengingatkannya tentang sesuatu.

Lalu apakah yang harus dilakukan? Supaya semuanya tak lagi menjadi repetisi yang membosankan.

Yang harus kita lakukan adalah mengganti kata-kata atau susunan kata yang digunakan sehingga repetisi tak lagi terasa membosankan. Kita juga bisa menggunakan bicara atau cara penyampaian lain yang lebih berterima. Kepiawaian dalam memilih kata dan menggunakan cara penyampaian yang berbeda akan lebih membantu. Selain itu kita juga harus melihat terlebih dulu pada siapa repetisi ini kita berikan. Bagaimana kondisi orang tersebut juga perlu menjadi pertimbangan.

Mari kita sama-sama belajar agar bisa menerima segala hal dengan lebih bijaksana. Mari kita belajar lebih memahami agar repetisi bertujuan baik yang kita terima tak lagi membosankan.

Finally 40

 Happy Birthday.... Saenghil Cukhae.... Barakallah Fii Umrik.... Yeay... Akhirnya sampai di usia ini. Dulu pernah berpikiran usia 40 itu sud...