Yes, I am.
Kadang suka merasa apakah otakku yang bermasalah? Ataukah cara pandangku yang terlalu sempit tentang dunia? Apakah ego menutupi rasa syukurku?
Aku bersyukur dengan apa yang telah kumiliki. Namun ada ruang kosong yang sampai sekarang belum terisi. Ada sisi hati yang masih merasa sepi. Ada rasa iri yang menari-nari.
Kemana pun pergi rasa itu mengikuti. Menusuk-nusuk kekuatan hati. Menggerogoti sabar yang dikemas dengan hati-hati.
Diri sudah tak sanggup lagi berdiskusi. Membahas gelisah dan resah yang melingkupi hati. Hanya mampu diam, memeluk hati dari dalam.
Saat malam rasa sepi makin menjadi. Berharap esok akan menjadi lebih baik lagi.
10 tahun menanti dan 10 tahun menata hati. Sudah cukup kebal dengan komentar orang meski beberapa tetap tak lulus sensor dan merasuki hati. Sudah hampir menyerah dan pasrah. Mungkin Sang Pencipta belum berkenan mengabulkan do'a.
Penantian terasa makin menjadi tatkala harus berpindah tempat mengabdi. Empat tahun sudah berada di kota angin mencoba menakar sabar yang masih tersisa di diri.
Banyak hal yang disesali. Banyak hal yang harus disyukuri. Dan hati masih sering tersulut emosi, air mata makin gandrung unjuk diri.
Berharap tahun ini ada perubahan yang membuat diri tak lagi kesepian.
Orang mungkin bosan mendengar keluhku. Dan aku pun bosan menjelaskan apa yang dirasakan batinku. Hanya bisa bergeming dan menahan agar caci maki di otak tidak bocor dan membludak keluar.
Ingin teriak. Ingin memaki. Namun kekuatan untuk melakukannya tertahan dan terkunci.
Aku tak tahu sampai kapan benteng pertahananku akan tetap kokoh. Goncangan kekesalan, tsunami ketidakpastian dan kepercayaan diri yang hampir longsor...
YN, 28042023