Rabu, 11 September 2024

Regangan Makna

 

              “Kamu harus bahagia?”

              “Setiap orang punya masalah. Baik besar ataupun kecil. Yang paling penting adalah seperti apa cara kita menghadapi masalah itu?”

             

              Mengapa guru bahasa tidak bisa menulis? Guru bahasa seharusnya pandai menulis! Guru bahasa tentu lihai menulis? Sudah berapa karya yang guru bahasa hasilkan?

              Pertanyaan-pertanyaan yang jika dihimpun hanya akan mengecilkan hati. Padahal pesan sponsor (dari orang-orang terdekat) adalah “Kamu harus bahagia”, “Jangan stress”, “Ingat siklus bulananmu yang kacau.” Lucu memang? Ya semua orang menyenangkan sebelum tanduk mereka keluar.

              Masih ingat hukum tekanan?

              Tekanan berbanding terbalik dengan luas permukaan. Semakin luas permukaan maka semakin kecil tekanan yang dihasilkan. Berdiri dengan dua kaki jauh lebih ringan dibandingkan dengan berdiri hanya satu kaki. Mengapa demikian? Karena saat berdiri di atas satu kaki luas permukaan kita jauh lebih sempit dibandingkan dengan berdiri di atas dua kaki.

              Apa saja yang membuat seseorang tertekan? Apakah tekanan dapat membantu seseorang dalam berkarya?

              Jawabannya bisa iya dan juga bisa tidak. Tekanan bisa menjadikan seseorang terpacu untuk melakukan sesuatu. Di sisi lain tekanan juga bisa membuat seseorang justru enggan melakukan sesuatu. Selama seseorang masih bisa menyeimbangkan gaya dan luas permukaan, tekanan yang dirasakan tidak akan berdampak besar. Namun jika tak mampu menyelaraskannya maka akan berakibat buruk. Baik itu untuk kesehatan fisik maupun psikis.

              Kecanggihan teknologi tetap tak bisa mengimbangi hati. Perasaan kita tidak akan sepenuhnya digambarkan AI. Coba tonton film Korea berjudul Wonderland. Film itu menceritakan tentang manusia bisa memanfaatkan sebuah layanan untuk bisa tetap berinteraksi dengan orang-orang yang sudah meninggal. Para pengguna layanan dapat berbicara melalui ponsel dengan orang-orang terkasih mereka yang sudah meninggal dengan bantuan AI. Awalnya para pengguna merasa terbantu lama kelamaan mereka menyadari bahwa yang telah pergi memang harus pergi.

              Merelakan sesuatu adalah cara terbaik untuk menyembuhkan diri. Banyak hal yang terkadang harus kita relakan kepergiannya. Di lain situasi hal-hal tertentu terkadang lebih baik untuk dilepaskan. Menghimpun sakit hati dan menabung dendam hanya akan menyakiti diri lebih jauh dan lebih dalam.

              Apakah saya pernah sakit hati? Tentunya hal itu tak memerlukan jawaban. Karena saya memiliki hati, dan masih berfungsi, tentu rasa sakit itu kadang-kadang mampir dalam hari-hari saya. Apakah saya marah? Apakah saya kecewa? Tentu saja hal-hal itu pun saya alami. Saya manusia yang masih bisa mengeluarkan air mata saat beban di hati sudah begitu berat. Saya masih normal dan waras sehingga bisa merasakan semua emosi dalam keseharian saya.

              Seandainya tangan saya dan kemampuan mengetik saya secepat kelebat ide-ide cerita yang berputar-putar di kepala mungkin cerita-cerita itu sudah rampung. Mungkin tokoh-tokoh dalam cerita saya sudah sampai pada akhir perjuangan mereka. Sayangnya tidak begitu Romeo. Banyak hal yang membuatnya menjadi rumit.

              Saya harus membagi waktu antara pekerjaan dan hobi. Pekerjaan yang menurut beberapa orang tidak begitu melelahkan. Hanya menemani anak-anak belajar, menyampaikan ilmu pada mereka tentang sesuatu dan selesai. Kenyataannya tidak sesederhana itu Romeo. Banyak hal-hal lain yang sepertinya mudah jika hanya dibicarakan tapi agak sulit saat dilaksanakan.

              Masa sih? Di rumahmu kan tidak ada balita yang mengacaukan kerapihan rumah. Tidak ada remaja yang rewel minta dibelikan sesuatu. Komentarnya pasti mengarah ke sana. Dan saya hanya akan tersenyum. Berlalunya waktu membuat saya agak kebal dengan komentar-komentar seperti itu.

              Jika ingin berkomentar tentang pekerjaan maka komentarilah. Tak perlu rasanya mengusik hal yang sampai saat ini pun masih orang lain perjuangkan. Tidak etis rasanya jika mengomentari hal-hal lain di luar maksud yang sebenarnya ingin kita sampaikan.

              Orang moody seperti saya cenderung sedikit bermasalah dengan konsistensi. Idealnya saya bisa menulis setiap hari dengan waktu luang saya. Kenyataannya tidak demikian. Perlu lebih dari sekedar waktu luang untuk menulis. Perlu lebih dari sekedar kecanggihan teknologi untuk menulis. Apalagi jika saya yang menulis. Hati dan pikiran saya ikut berperan dalam lahirnya tulisan-tulisan yang saya hasilkan.

              Ada kalanya saya menangis saat menulis. Ada masanya saya tertawa bahagia saat merangkai kata. Semuanya berkelindan menjadi bagian yang menjiwai tulisan-tulisan saya. Sekalipun tulisan saya hanya berupa curhat semata. Sekalipun tulisan saya tidak ilmiah dan tidak menghasilkan keuntungan material.

              Saya masih menulis. Meski dengan tertatih-tatih. Meski dengan kata-kata yang tak seindah lembayung senja. Ini adalah jalan yang saya lalui untuk terapi. Ini adalah jalan yang saya lewati untuk menegarkan diri bahwa guru bahasa hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan eja dan kealfaan penggunaan tanda baca, bahwa guru bahasa tak semuanya pandai merangkai kata menjadi wacana, bahwa guru bahasa adalah manusia yang memiliki kesempatan untuk memberi satu warna dalam hidup para siswa.

 

Finally 40

 Happy Birthday.... Saenghil Cukhae.... Barakallah Fii Umrik.... Yeay... Akhirnya sampai di usia ini. Dulu pernah berpikiran usia 40 itu sud...